News
,
Yogyakarta
– Daerah Istimewa
Yogyakarta
atau DIY, yang terkenal sebagai salah satu kawasan tujuan primadona di Indonesia, memiliki
sejarah
Provinsi yang memiliki status khusus tersebut berdiri sekitar 270 tahun lalu.
Raja Istana yang berperan sebagai Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri/settingsdialog
صندキャンペك
Sultan Hamengku Buwono X
menjelaskan sedikit tentang perjalanan wilayah yang diketuaiya tersebut di momen perayaan ulang tahun ke-270 DIY pada Kamis, 13 Maret 2025. Dalam kesempatan ini, Sultan memaparkan beberapa fakta penting dari aspek sejarah dan budaya yang mendasari penentuan tanggal 13 Maret 1755 sebagai Hari Lahir DIY.
“Pada hari itu, di tengah hutan yang luas bernama Hutan Beringin, Pangeran Mangkubumi, sang raja pertama dari keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dengan gelar Sri Sultan HB I, mengumumkan Hadeging Nagari Dalem Kasultanan Mataram Ngayogyakarta Hadiningrat,” ujar Sultan saat berpidato dalam sidang pleno DPRD DIY pada hari Kamis.
Asal Mula Nama Yogyakarta
Sultan menyebutkan bahwa tanggal 13 Maret 1755 merupakan momen ketika nama “Ayodhya” dipakai untuk pertama kali. Nama ini kemudian dikembangkan menjadi Ngayogyakarta Hadiningrat yang bermakna tempat indah serta makmur sebagai teladan kesempurnaan alam semesta.
Pada tanggal 13 Maret 1755, seperti dinyatakan oleh Sultan, menjadi titik kulminasi semangat kemerdekaan yang dipimpin Pangeran Mangkubumi dalam upaya lepasnya dari cengkeraman kolonialisme Belanda. “Momen tersebut juga melambangkan kesatuan kekuasaan di Yogyakarta, sebab saat Sultan HB I memerintah, wilayah Yogyakarta masih utuh dan tidak terbagi akibat campur tangan kolonialis,” jelasnya.
Peristiwa Hadeging Nagari Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat tersebut telah mencapai semua syarat hukum untuk dianggap sebagai suatu negara dengan bentuk kerajaan, yakni adanya kepala negara, penduduk, teritorial, serta sistem pemerintahan.
Moto Peringatan Ulang Tahun Ke-270 DIY
Dalam memperingati ulang tahun ke-270 DIY, pemerintah menetapkan tujuan dengan mengambil tema “Tumata, Tuwuh, Ngrembaka”. Makna dari kata-kata tersebut ialah bahwa Tumata merujuk pada ketertiban dalam pengelolaan, Tuwuh berkaitan dengan perkembangan yang berkesinambungan, sedangkan Ngrembaka menjelaskan tentang kemakmuran yang melibatkan semua orang.
Sultan HB X menyampaikan bahwa keunikan Yogyakarta tak sekadar berdasarkan sejarahnya, melainkan pada cara menjamin semua penduduk dapat merasakan manfaat dari peraturan yang sudah ditetapkan. Ia menjelaskan, “Kami bertanggung jawab bersama untuk mempertahankan ciri khusus Yogyakarta, baik itu dalam aspek regulasi, pengelolaannya, maupun kesejahteraan masyarakat.” Begitu ucap Sultan kepada para anggota dewan.
Sultan menyatakan bahwa momen peringatan ulang tahun yang ke-270 ini sekaligus merupakan dorongan untuk menjaga dan mendorong perkembangan Yogyakarta dengan keseimbangan diantara warisan budaya, sistem pemerintahan demokratik, serta terobosan baru. Hal tersebut penting dilakukan agar status istimewa daerah tersebut tetap sesuai dengan berbagai tantangan modern.
“Kepada kita semua hari ini dipanggil untuk ‘mengayubagya,’ tidak sekadar merasakan kesenangan dari perayaan, melainkan terlibat secara aktif dalam mendirikan sistem pemerintahan yang lebih baik dengan mengedepankan prinsip-prinsip kebijaksanaan tradisional,” jelasnya.
Pimpinan tertinggi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Republik Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta, Nuryadi, menyebut bahwa ulang tahun ke-270 DIY merupakan tahap di mana wilayah tersebut telah mencapai tingkat kematangan cukup baik. Dia menambahkan, “Ini berarti sudah dewasa, memiliki pengalaman luas dalam melaksanakan tugas negara serta memajukan pemerintahannya.”